Skip to main content

Menua Bersama

Entah kenapa dari dulu aku selalu merasa iri melihat sepasang suami istri yang sudah menjadi kakek nenek. Rasanya tuh lebih dari melihat pasangan muda-mudi yang baru nikah. So sweet gak sih. Aku gak perlu tahu isi cerita mereka gimana. Apa anak-anaknya sudah menikah, cucu-cucunya sudah besar atau bahkan mereka tidak punya itu semua. Terlepas dari ketidaktahuan ku tetap saja aku merasa iri.

Terinspirasi dari kakaknya ayahku yang sekarang menjadi seorang kakek. Tinggal lah berdua sepasang suami isteri yang sudah menua. Bulan puasa kemarin, rumahnya sepi. Aku jadi ingat dulu tidak pernah sesepi itu. Ini karena keempat anaknya semua sudah menikah. Anak perempuannya ikut suaminya dan ketiga anak lelakinya sudah punya rumah sendiri. Ditambah saat ini sedang ada pandemi jadi aktivitas keluar rumah semakin terbatas. 

Gak nyangka kakak sepupuku kini sudah berkeluarga. Kalau ingat dulu jaman SD sampai SMA selalu ada saja mereka yang satu sekolah dengan ku dan mama selalu bilang. "Jagain ya, titip Ponty ya, pulang bareng ya" Semua cepat sekali berlalu sekarang mereka sudah tidak tinggal di rumahnya lagi. 

Suatu hari anak nomor dua berkunjung kerumah membawa putrinya yang lucu. Suasananya jadi meriah seperti ada penyambutan seolah-olah kedatangan tamu paling istimewa. Syukurlah rumahnya kembali hidup. Bukan lagi suara TV yang terdengar melainkan gelak tawa dan keceriaan.

Aku jadi kepikiran gimana ya rasanya menjalani hidup menua bersama? Apa rasanya akan sama seperti baru menikah? Saat belum punya anak? Semua dilakukan berdua. Syukur-syukur kalau mereka masih sehat walafiat. Bagaimana jika mereka sudah tidak bisa berjalan, tidak bisa bicara, tidak bisa mendengar atau kembali menjadi seperti anak kecil yang merepotkan? Sedihnya hanya bisa diam di kasur. Lalu bagaimana juga kalau diantara mereka sudah ada yang berpulang?

Pertanyaan-pertanyaan seperti itu menjadi alasan mengapa aku sangat menyukai melihat sepasang kakek dan nenek yang bisa hidup bersama sampai maut memisahkan mereka. Seperti menyatukan dua harapan dan saling menguatkan satu sama lain. Tidak lagi bertanya masihkah ia mencintaiku. Bukan lagi waktunya meragukan kesetiaan atau menyimpan kecemburuan. Mereka pasti sudah melewati cerita yang panjang dan tak terbayangkan. 

Ya, aku pun ingin punya cerita bersama dimasa depan. Mungkin nanti aku punya pekarangan rumah untuk berkebun atau punya kolam untuk memelihara ikan. Sehingga saat nanti ditinggalkan aku tidak terlalu merasa kesepian. Saat anak-anak ku tumbuh dewasa entah mereka pergi merantau atau sudah berkeluarga. Aku ingin melakukan hal-hal bermanfaat yang menyenangkan.

Tidak lagi saling mengkhawatiri siapa dulu yang akan berpulang. Kami sibuk melakukan kegiatan berguna dimasa tua. Karena aku tidak tahu, nanti anak-anak ku sering berkunjung apa tidak? Nanti aku hidup sendirian apa tidak? Nanti aku semakin rajin beribadah apa tidak? Semoga aku bisa menua bersama dengan seseorang yang tepat, yang bisa membimbingku dan juga ingin menua bersamaku.

© ardidapb

Comments

Popular posts from this blog

Biar Tangan Berkata

  Banyak diam bukan menunggu di tanya Tak banyak bicara bukan tak bisa cerita Mengapa riuh diluar sana Memangnya salah dengan caranya Lalu bingung dan bertanya-tanya Barulah sadar ternyata gaduh tanpa kabar Tidak semua harus di bagi ke dunia maya Yang hilang hanya virtual nya saja Mudah sekali menilai segala sesuatunya Jadi bolehkah tidak terima Ternyata asumsimu salah Tapi ah tak usah lah Kan, tidak pernah berbagi suara Tidak saling memberi tahu apa maksudnya Nasihat datang begitu saja  Padahal minta pun tidak  Eh, ada loh tata caranya Kata-kata indah akan terdengar aneh Saat di lempar tapi malah tertampar Heran kenapa gitu jadinya Dengar dulu sebelum banyak menilai Tanyakan lagi apa cukup dengan mendengar Mungkin saja yang dicari hanya ruang Bukan tisu, kuping atau bahu Manusia tak suka luka Tapi kadang suka meluka Jadi susah memahaminya Hanya gara-gara tak banyak bicara Biar tangan yang berkata © ardidapb

Simpan Sunyi

"Simpan sunyi lahir dari sebuah keresahan yang mewakili banyak perasaan. Mencoba menyelami artinya merasa. Tentang menyampaikan apa yang ingin disampaikan, sekalipun itu tidak terdengar dan terlihat ambigu. Siapa peduli, katakan saja". Kali ini simpan sunyi hadir di tumblr setelah pindah dari Instagram. Alasannya simpan sunyi pindah ke aplikasi ini karena merasa menemukan kenyamanan, lebih sunyi. Selain mencoba sesuatu yang baru alasan pindah juga karena masalah teknis.  Di Instagram simpan sunyi di posting agak irit alias sedikit karena memang dalam bentuk pictures . Jadi, rencananya pindah ke tumblr mudah-mudahan bisa lebih bebas berekspresi. Lebih leluasa, agar fokus ke apa yang ingin ditulis bukan ke feed- nya saja. Kadang suka pusing mikirin hal-hal kecil yang ternyata ribet.  Di tumblr simpan sunyi belajar buat go public gak ada cerita gembok-gembok akun seperti di Instagram. Bukan apa-apa usernya pemalu. Ada pesan dari para senior baiknya karya di publ...

Suara-Suara di Kepala

Satu hari di bulan Juni, ada seorang teman yang bertanya kepadaku kenapa sekarang aku jadi pendiam? Bukannya dari dulu gitu. Katanya suka bicara dan berdiskusi? Nyatanya aku lebih senang mendengar dan bertanya. Hi  teman bicara, tempatnya berbagi pikiran dan keresahan. Kenapa ya belakangan ini aku merasa berlebihan? Sebentar, memangnya kamu sudah punya teman? Anggaplah sudah.  Oke lanjut. Ada banyak hal sepele yang terlalu kupikirkan yang justru membuatku semakin merasa cemas dan gelisah. Perasaan-perasaan tidak jelas itu sering muncul dan mengganggu pikiranku. Mungkin karena ada perubahan dengan rutinitasku sekarang atau mungkin karena planet kita sedang kedatangan monster , jadi manusia susah kemana-mana. Takut. Akhirnya menjadi beban bagi sebagian orang yang sedang mencoba beradaptasi. Sedang berusaha menerima dirinya di lingkungan yang baru. Perasaanku sering  up and down. Bisa sangat senang karena satu hal juga bisa sangat sedih karena hal ke...